Hikmat menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya. –Amsal 3:18
Baca: Amsal 3:13-18
Ketika pencari emas, Edward Jackson, berangkat ke California pada masa Demam Emas Besar di Amerika Serikat, catatan hariannya tertanggal 20 Mei 1849 berisi keluhan atas perjalanannya yang berat di atas pedati, suatu pengalaman yang sarat penyakit dan kematian. “Oh, jangan tinggalkan tulang-tulangku di sini,” tulisnya. “Jika mungkin, makamkan tulang-tulangku di kampung halamanku.” Pencari emas lain, John Walker, menulis, “Ini pertaruhan terbesar yang dapat ditempuh manusia . . . saya tidak menganjurkan siapa pun untuk ikut.”
Walker akhirnya berhasil pulang dan sukses dalam bidang pertanian, peternakan, dan politik. Ketika seorang anggota keluarga membawa surat-surat Walker yang telah menguning ke program televisi Antiques Roadshow, surat-surat tersebut ditaksir bernilai ribuan dolar. Pemandu acara berkata, “Jadi bisa dibilang ia berhasil memperoleh sesuatu yang berharga dari Demam Emas itu, yaitu surat-suratnya.”
Terlebih lagi, Walker dan Jackson pulang setelah memperoleh hikmat yang membuat mereka memilih kehidupan yang lebih praktis. Pertimbangkanlah kata-kata hikmat Raja Salomo, “Berbahagialah orang yang mendapat hikmat . . . [Hikmat] menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya” (Ams. 3:13,18). Keuntungan dari keputusan yang bijak “melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas” (ay. 14), menjadikan hikmat lebih berharga daripada apa pun yang dapat diinginkan manusia (ay. 15).
“Umur panjang ada di tangan kanannya . . . segala jalannya sejahtera semata-mata” (ay. 16-17). Oleh karena itu, kita ditantang untuk berpegang teguh pada hikmat, bukan keinginan duniawi. Itulah jalan yang diberkati Allah.
Oleh: Patricia Raybon
Renungkan dan Doakan
Keinginan duniawi apa yang selama ini Anda kejar dalam hidup? Sebaliknya, ke manakah jalan hikmat dapat membawa Anda?
Bapa Surgawi, ketika aku dibutakan oleh keinginan duniawi, buatlah aku mengambil keputusan yang lebih bijak, yakni berjalan di jalan hikmat dan kembali ke damai-Mu yang terindah.
Amin....
Selamat pagi selamat beraktifitas tetap semangat, Gbu
WAWASAN
Banyak di antara kita percaya bahwa memiliki banyak harta, atau setidaknya, lebih sedikit beban finansial, akan membuat kita bahagia. Salomo, yang menyusun sebagian besar Kitab Amsal, memahami bahwa kebahagiaan semacam itu hanyalah sementara. Apa gunanya kekayaan jika kita menghamburkannya? Lebih baik kita memiliki hikmat! Dengan hikmat kita dapat belajar mengelola milik kita dengan lebih baik, mengatasi konflik dengan orang lain, dan mengenal sumber kepuasan yang sejati.
Namun, apa hikmat itu dan di mana kita menemukannya? Pencarian kita membawa kepada Sumber segala hikmat. Pasal pertama Kitab Amsal menyatakan, “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan” (1:7). Di bagian lain kitab ini, Salomo menggemakan hal tersebut ketika berkata, “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian” (9:10). –Tim Gustafson
Anda bisa memberikan dampak yang lebih berarti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar