Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka. –Pengkhotbah 3:12
Baca: Pengkhotbah 3:9-14
Abd al-Rahman III adalah penguasa Kordoba, Spanyol, pada abad ke-10. Sesudah lima puluh tahun berkuasa dengan sukses (ia mengaku dicintai rakyatnya, ditakuti musuhnya, dan dihormati sekutunya), al-Rahman berusaha merenungkan kembali hidupnya. “Kekayaan dan kehormatan, kekuasaan dan kesenangan, telah menjadi bagian hidupku,” ucap al-Rahman tentang hak-hak istimewa yang dimilikinya. Namun, ketika ia menghitung berapa hari ia sungguh-sungguh merasa bahagia, jumlahnya hanya empat belas. Betapa menyedihkannya.
Penulis kitab Pengkhotbah juga seorang yang kaya dan dihormati (Pkh. 2:7-9), penuh kuasa dan kesenangan (1:12; 2:1-3). Ketika ia merenungkan hidupnya, hasilnya juga menyedihkan. Ia menyadari kekayaan tidak mendatangkan rasa puas (5:10-11), kesenangan hanya memberi kegirangan sementara (2:1-2), dan kesuksesan mungkin lebih disebabkan oleh keberuntungan daripada kemampuan (9:11 ). Meski demikian, akhir perenungannya tidaklah semuram perenungan al-Rahman. Karena sumber utama kesenangannya adalah iman kepada Allah, maka ia melihat bahwa makan, bekerja, dan berbuat kebaikan dapat dinikmati ketika semua itu dilakukan bersama Dia (2:25; 3:12-13).
“Wahai manusia, jangan mempercayakan dirimu pada dunia ini!” ujar al-Rahman mengakhiri perenungannya. Penulis kitab Pengkhotbah pasti setuju dengannya. Karena kita diciptakan bagi kekekalan (3:11), kenikmatan dan pencapaian duniawi tidak akan pernah memberikan kepuasan. Namun, dengan kehadiran Allah dalam hidup kita, kesenangan sejati dapat kita nikmati dalam hal-hal sederhana seperti makan, bekerja, dan hidup sehari-hari.
Oleh: Sheridan Voysey
Renungkan dan Doakan
Apa yang Anda cari jika ingin merasakan kesenangan? Bagaimana Anda dapat makan, bekerja, dan melakukan kebaikan bersama Allah hari ini?
Bapa Surgawi, hari ini aku akan melakukan segala sesuatu bersama Engkau di sisiku.
Selamat pagi selamat beraktifitas tetap semangat, Gbu
WAWASAN
Pengkhotbah 3 menekankan ketidakmampuan manusia untuk memahami cara Allah dalam menggenapi rencana dan tujuan-Nya. Upaya manusia itu sering dirasakan manusia sebagai "pekerjaan yang . . . melelahkan” (ay. 10). Meski Allah “memberikan kekekalan dalam hati mereka. . . . manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir” (ay. 11). Kata yang diterjemahkan sebagai “kekekalan” (Ibrani ‘olam ) dapat diterjemahkan dalam berbagai cara. Di sini, beberapa ahli berpendapat bahwa kata tersebut berarti "zaman yang akan datang", sementara yang lain melihat kata itu terutama mengacu pada masa depan, dan yang lain lagi percaya itu merujuk pada keterhubungan seluruh masa yang ada. Apa pun artinya, sang pengkhotbah berkata bahwa upaya keras kita untuk memahami alasan di balik serba-serbi kehidupan atau untuk mencari tahu bagaimana tujuan Allah akan terwujud justru membuat kita mustahil mengalami kepuasan dalam pasang surut kehidupan sehari-hari (ay. 12). –Monica La Rose
Hidup yang memberikan dampak bagi sesama dan lingkungan
BIRO INFOKOM HKI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar