• Kunci Kerinduan Jiwa

    Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. –Matius 11:29


    Baca: Matius 11:25-29


    Dalam buku The Human Condition, Thomas Keating membagikan cerita mengesankan berikut ini. Suatu hari, seorang guru kehilangan kunci rumahnya, sehingga ia merunduk dan mencari-cari di antara rerumputan. Ketika murid-muridnya melihat sang guru, mereka ikut membantunya. Namun, mereka tidak berhasil juga menemukan kunci itu. Akhirnya, “salah seorang murid yang lebih pintar” bertanya, “Guru, apakah Anda tahu di mana kira-kira Anda kehilangan kunci itu?” Sang guru menjawab, “Tentu saja. Kuncinya hilang di dalam rumah.” Mereka pun berseru, “Lantas mengapa kita mencarinya di luar sini?” Jawab sang guru, “Bukankah sudah jelas? Karena di sini lebih terang.”


    Kita telah kehilangan kunci menuju “keintiman dengan Allah, pengalaman akan kehadiran Allah yang penuh kasih,” Keating menyimpulkan. “Tanpa pengalaman tersebut, tak ada yang dapat dipahami; tetapi dengan pengalaman itu, hampir semuanya menjadi jelas.”


    Betapa mudahnya kita lupa, bahkan dalam pasang surut kehidupan, bahwa Allah tetap menjadi kunci kerinduan kita yang terdalam. Namun, ketika kita berhenti mencari di tempat yang salah, Allah menanti kita di sana, siap memberikan kelegaan yang sejati kepada kita. Dalam Matius 11, Yesus bersyukur kepada Bapa karena Dia menyatakan jalan-jalan-Nya, bukan kepada “orang bijak dan orang pandai” tetapi kepada “orang kecil” (ay. 25). Lalu Dia mengundang “semua yang letih lesu dan berbeban berat” (ay. 28) datang kepada-Nya untuk menerima kelegaan.


    Seperti anak kecil, kita dapat menemukan kelegaan sejati ketika kita mengikuti jalan Sang Guru, yang “lemah lembut dan rendah hati” (ay. 29). Allah selalu menanti, rindu menyambut kita pulang.


    Oleh: Monica La Rose


    Renungkan dan Doakan

    Kapan Anda tergoda untuk mencari kepuasan dan sukacita di tempat yang salah? Apa yang membantu Anda mengingat untuk mencari damai sejahtera di dalam Allah?


    Allah Pengasih, betapa mudahnya aku terbujuk untuk mencari kepuasan dalam hal-hal yang terlihat menggiurkan. Tolonglah aku berpaling kepada-Mu untuk menemukan kelegaan yang sejati.

    Amin.....

    Selamat menjalani hari ini dengan semangat dan Kekuatan dari Tuhan, Gbu.   


    WAWASAN

    Suatu kuk, kekang berbahan kayu yang mempersatukan dua hewan (biasanya kerbau), dimaksudkan untuk meringankan beban berat yang dipikul hewan-hewan tersebut. Nabi Yeremia menggunakan kuk sebagai kiasan hukum-hukum Allah (Yeremia 5:5) dan lambang penaklukan politik dan perbudakan (27:8). Para rabi Yahudi kemudian memakai kiasan itu untuk menyatakan kepatuhan pada Hukum Taurat. Umat Yahudi pada zaman Yesus diperbudak oleh kuk berat dari peraturan-peraturan Yudaisme yang secara keras ditimpakan para ahli Taurat (Matius 23:4; Lukas 11:46; Kisah Para Rasul 15:10). Hukum Taurat bahkan telah dikembangkan menjadi 613 larangan dan perintah yang sangat terperinci. Orang Yahudi diwajibkan melakukan dengan cermat segala tuntutan “adat istiadat nenek moyang” mereka (Markus 7:4-5). Namun, “kuk yang [Yesus] pasang itu enak dan beban-[Nya]pun ringan" karena berakar di dalam kepribadian-Nya yang “lemah lembut dan rendah hati” (Matius 11:29-30). Perintah-perintah-Nya “tidak berat” karena kita telah dilahirbarukan oleh Allah (1 Yohanes 5:3-4). –K.T. Sim


    BIRO INFOKOM HKI/ Our Daily Bread

  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Pematangsiantar, Sumatera Utara, Indonesia
Pengamat Sosial

Bertumbuh dalam Allah 2025-07-07

Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah. –2 Timotius 2:15 Baca: 2 Timotius 2:14-16, 22-26 Pada tahun-tahun pertamanya sebagai seora...

Halaman FB