Tuhan di pihakku. Aku tidak akan takut. –Mazmur 118:6
Baca: Mazmur 118:5-14
Bertahun-tahun lalu, seorang kawan menceritakan ketakutannya ketika ia harus menyeberang sebuah persimpangan yang memiliki beberapa lajur perlintasan. “Saya belum pernah melihat tempat seperti itu; semua aturan yang pernah saya terima tentang cara menyeberang di jalan seperti tidak ada gunanya. Saking ketakutannya saya hanya berdiri di ujung jalan, menunggu bus, dan meminta sopir bus agar diizinkan ikut sampai ke seberang jalan. Butuh waktu cukup lama sebelum akhirnya saya dapat menyeberangi persimpangan itu, baik sebagai pejalan kaki maupun sebagai pengemudi.”
Sesemrawut apa pun lalu lintas di persimpangan yang berbahaya, mengarungi kehidupan yang rumit tentu jauh lebih mengerikan. Meski situasi yang dialami sang pemazmur dalam Mazmur 118 tidak diketahui dengan jelas, kita tahu bahwa ia sedang berada dalam kesulitan dan terdorong untuk berdoa: “Dalam kesesakan aku telah berseru kepada Tuhan” (ay. 5), seru pemazmur. Selain itu, keyakinannya pada Allah tak diragukan lagi: “Tuhan di pihakku. Aku tidak akan takut. . . . Tuhan di pihakku, menolong aku” (ay. 6-7).
Lazim bagi kita untuk merasa takut ketika harus pindah kerja, sekolah, atau tempat tinggal. Rasa cemas melanda ketika kesehatan kita menurun, hubungan kita berubah, atau kehilangan penghasilan. Namun, semua tantangan itu tidak sepatutnya dimaknai sebagai bentuk pengabaian Allah. Saat berada dalam kesesakan, kiranya kita semakin tekun berdoa dalam hadirat-Nya.
Oleh: Arthur Jackson
Renungkan dan Doakan
Kesukaran apa yang telah membawa Anda semakin dekat dengan Allah? Kepada siapa Anda dapat menceritakan pengalaman tentang pertolongan Allah yang murah hati tersebut?
Bapa yang Maha Pemurah, tolonglah aku mempercayai-Mu di saat aku berada dalam kesesakan.
Amin....
Selamat menjalani hari ini dengan semangat dan Kekuatan dari Tuhan, Gbu....
WAWASAN
Banyak pakar percaya bahwa Mazmur 118 ditulis pada masa reruntuhan tembok Yerusalem dibangun kembali (sekitar 444 SM; lihat Nehemia 12:27-43). Mazmur ini kemungkinan dinyanyikan oleh seluruh jemaat saat mereka berkumpul untuk melakukan pekerjaan tersebut. Pengulangan sebanyak tiga kali di ayat 10, 11, dan 12—“demi nama TUHAN, sesungguhnya aku pukul mereka mundur”—sesuai dengan bagian tanggapan jemaat dalam ibadah. Gaya bahasa militeristik yang kuat juga menyemangati orang-orang yang sudah begitu lama tertindas dan yang sekarang berjaga-jaga terhadap musuh yang menentang upaya pembangunan kembali. Menariknya, bapa gereja mula-mula, Siprianus dan Agustinus, memandang seluruh mazmur tersebut sebagai dorongan khusus bagi orang percaya yang menghadapi ancaman mati martir karena iman mereka kepada Kristus. –Tim Gustafson
Anda bisa memberikan dampak yang lebih berarti
Our Daily Bread / BIRO INFOKOM HKI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar