Janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita. –2 Timotius 1:8
Baca: 2 Timotius 1:6-12
Sebelum mati martir karena imannya yang teguh di dalam Yesus, seorang pendeta tanpa nama asal Afrika menulis sepenggal doa yang diberi judul “Doa Seorang Martir.” Pesan mendalam dari masa silam itu kini dikenal sebagai “Persekutuan Mereka yang Tidak Malu.”
Kata-kata pendeta tersebut memberikan tantangan bagi semua orang yang percaya kepada Yesus. Tantangan itulah yang juga bergema dalam perkataan Rasul Paulus di surat kepada sahabat mudanya, Timotius: “Janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita” (2 Tim. 1:8), karena Roh Kudus memberi kita “roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” (ay. 7).
Inilah sebagian dari doa yang ditulis pendeta Afrika yang setia itu: “Aku adalah bagian dari persekutuan mereka yang tidak malu. Aku telah mengambil keputusan. Aku adalah murid [Yesus], dan aku tak akan mundur, menyerah, melambat, menghindar, atau berdiam diri. Masa laluku telah ditebus. Masa kiniku jelas. Masa depanku terjamin. . . . Aku hidup menurut iman, bersandar pada hadirat-Nya, berjalan dengan kesabaran, ditopang oleh doa, dan bekerja dengan kuasa Roh Kudus.”
Baik Timotius maupun pendeta tersebut menghadapi berbagai kesulitan yang mungkin tidak akan pernah kita alami. Namun, perkataan mereka menantang kita untuk tetap teguh pada saat iman kita diuji. Kita tidak perlu malu karena Allah “berkuasa memeliharakan apa yang telah [kita] percayakan kepada-Nya” (ay. 12 FAYH), yaitu hidup dan masa depan kita.
Oleh: Dave Branon
Renungkan dan Doakan
Apa yang memberi Anda keberanian untuk tidak malu bersaksi bagi Kristus? Bagaimana Anda dapat mengikuti teladan orang lain yang tidak malu untuk memberitakan Injil?
Ya Allah, Engkau berjanji bahwa Roh Kudus akan memberi kami kuasa. Mampukanlah aku untuk berani berdiri demi nama-Mu dan tidak malu untuk bersaksi dalam keadaan apa pun.
Amin..
Selamat menjalani hari ini dengan semangat dan Kekuatan dari Tuhan, Gbu
WAWASAN
Dalam 2 Timotius 1:6-14, nasihat Paulus kepada Timotius tidak disampaikan dengan nada arogan atau sembarangan. Ia menulis berdasarkan penderitaannya sendiri yang mendalam, juga dari dalam penjara, dengan kesadaran bahwa kematiannya sudah dekat. “Saat kematianku sudah dekat,” tulisnya (2 Timotius 4:6). Namun, sang rasul tetap memandang ke depan. Sebagaimana Yesus memberikan instruksi kepada murid-murid-Nya sebelum disalibkan, Paulus juga memusatkan perhatiannya kepada pertumbuhan iman dan pelayanan Timotius, sang murid yang akan meneruskan pekerjaannya.
“Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu,” demikian imbau Paulus (1:6). “Ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah” (ay. 8). Paulus tidak gentar menghadapi kematian, karena ia menantikan “kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa” (ay. 10). Kiranya kita juga dapat tetap teguh ketika iman kita diuji. –Tim Gustafson
Anda bisa memberikan dampak yang lebih berarti
Our Daily Bread
Tidak ada komentar:
Posting Komentar